BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Senin, 10 Desember 2012

Jejak Sejarah Kabupaten Tulungagung


Jejak-jejak Sejarah Kabupaten Tulungagung- 

Pada jaman pemerintahan Majapahit hubungan antara daerah pedalaman sangat sulit, sehingga keamanan di sebelah selatan sungai Brantas tidak dapat dikuasai. Sering disana-sini timbul pemberontakan. Berdirinya perguruan-perguruan sangat besar manfaatnya bagi kepentingan Raja, karena selain mengajarkan ilmu, para guru umumnya juga merupakan mata telinga daripada perguruan negara. Demikian juga hubungannya dengan perguruan di dukuh Bonorowo, dekat Campurdarat yang terkenal dipimpin oleh seorang sakti bernama Kyai Pacet. Kyai Pacet mengajarkan ngeilmu Joyokawijayan. Ia mempunyai murid-murid pilihan diantaranya :
1. Pangeran Kalang dari Tanggulangin.
2. Pangeran Bedalem dari Kadipaten Betak.
3. Menak Sopal dari Kadipaten Trenggalek.
4. Kyai Kasanbesari tua-tua dari dukuh Tunggul.
5. Kyai Singotaruno dari dukuh Plosokandang.
6. Kyai Sendang Gumuling dari desa Bono.
7. Pangeran Lembu Peteng putra Majapahit (termasuk murid baru).
Pada suatu hari Kyai Pacet telah mengadakan pertemuan dengan para murid-muridnya. Pada pertemuan itu selain memberikan wejangan-wejangan ilmu, Kyai Pacet juga menceritakan bahwa diantara murid-muridnya ada yang mendirikan paguron, tetapi sayangnya tidak memberitahukan hal itu gurunya. Kyai KasanBesari merasa tertusuk perasaannya, dikarenakan dia sendirilah yang mendirikan paguron sebagaimana kata sindiran yang telah diucapkan dihadapannya dengan terus trang oleh sang guru tersebut.
Dengan tanpa pamit seketika itu juga Kyai Kasanbesari meninggalkan tempat pesamuan.
Dengan kepergian Kyai Kasanbesari yang tanpa pamit itu Kyai Pacet lalu menyuruh dua orang muridnya yaitu Pangeran Kalang dan Pangeran Bedalem untuk menasehati Kyai Kasanbesari agar menyadari diri dan mau kembali ke Bonorowo untuk tetap menjadi murid Kyai Pacet. Apa sebab Kyai Pacet menunjuk kedua muridnya tersebut?karena ia mengerti bahwa Pangeran Kalang dan Pangeran Bedalem dengan diam-diam juga menjadi muridnya Kyai Kasanbesari. Dengan keberangkatan dua orang utusan tersebut maka Kyai Pacet berpesan pada murid-muridnya yang lain supaya mereka mau tetap di Bonorowo untuk melanjutkan pelajarannya, sedang Kyai Pacet akan mengadakan semadi di dalam sebuah gua. Yang ditugaskan mengawasi di luar gua adalah Pangeran Lembu Peteng.
KYAI KASANBESARI INGIN MEMBUNUH Kyai Pacet
Kyai Kasanbesari yang hatinya merasa tersinggung dan masih dalam keadaan marah terhadap gurunya, telah kedatangan dua orang utusan dari Bonorowo yaitu Pangeran Bedalem dan Pangeran Kalangdalam wawancaranya Pangeran Bedalem mengatakan, bahwa dia tidak akan mencampuri urusan Kyai Kasanbesari dan Kyai Pacet, dan dia akan terus pulang ke Betak. Sebaliknya Pangeran Kalang malah menunjuki tindakan Kyai Kasanbesari bahkan dibakar semangatnya untuk diajak berotak dan membunuh gurunya.
Setelah berunding masak-masak, maka berangkatlah mereka berdua ke Bonorowo dengan tujuan membunuh Kyai Pacet.
Pada waktu Kyai Kasanbesari dan Pangeran Kalang secara diam-diam masuk ke dalam gua tempat Kyai Pacet bersemedi dengan tanpa diketahui oleh pihak yang mengawasi, maka kedua orang itu merasa sangat terkejut karena dalam penglihatannya mereka telah berjumpa dengan seekor singa yang siap menerkamnya. Kyai Kasanbesaridan Pangeran Kalang cepat-cepat keluar dari gua dan lari tunggang-langgang. Konon, setelah kedua orang itu melarikan diri maka Kyai Pacet memanggil Pangeran Lembu Peteng yang berjaga di luar gua dan ditanya mendengar apakah waktu Kyai Pacet sedang bersemadi. Pangeran Lembu Peteng menjawab, bahwa ia tadi telah mendengar suara “GEMLUDUG”, dan setelah dilihatnya tampaj bahwa Kyiai Pacet memegang cahaya yang kemudian diberi nama Kyai Gledhug, sedang desa dimana Kyai bersemedi sampai sekarang bernama Gledhug.
Selesai bersemedi Kyai Pacet segera mengejar kedua orang yang sedang berlari itu. Kyai Kasanbesari mengerti kalau dikejar, segera mengeluarkan ilmu kanuragannya dengan membanting buah kemiri yang berubah menjadi seekor harimau. Kyai Pacet mengimbanginya dengan membanting bungkul gempaan yang berubah menjadi ular besar. Kedua bintang itu berkelai, harimau kanuragan dari Kyai Kasanbesari kalah dan berubah menjadi buah kemiri lagi. Tempat dimana Kyai Kasanbesari menderita kekalahan oeh Kyai Pacet dinamakan desa Macanbang. KyaiKasanbesari terus berlari melarikan diri, sedang Kyai Pacet bersama Pangeran Lembu Peteng kembali ke padepokan untuk mengerahkan semua muridnya guna menangkap Kyai Kasanbesari dan Pangeran Kalang. Murid dari Kyai Pacet disebar ke seluruh penjuru dengan dipimpin oleh Pangeran Lembu Peteng. Akhirnya Pangeran Lembu Peteng dan teman-temannya dapat berjumpa dengan Kyaibesari dan Pangeran Kalang. Timbullah peperangan yang ramai. Akhirnya Kyai Kasanbesari melarikan diri ke Ringinpitu, sedang Pangeran Kalang dikejar terus oleh Pangeran Lembu Peteng.
Pangeran Kalang lari ke Betak dan bersembunyi di tamansari Kadipaten Betak. Pada waktu itu putera dari Bedalem yang bernama Roro Kembangsore sedang berada di Tamansari. Roro Kembangsore merasa tidak keberatan bahwa Pangeran Kalang bersembunyi di ditu, karena Pangeran Kalang masih pernah pamannya (saudara kandung ayahnya).
Kemudian datanglah Pangeran Lembu Peteng ke Tamansari untuk mencari Pangeran Kalang. Di Tamansari Pangeran Lembu Peteng bertemu dengan Roro Kembangsore. Putri Bedalem ini tidak mengakui bahwa pamannya bersembunyi disitu. Pangeran Lembu Peteng tertarik akan kecantikan sang putri dan menyatakan asmaranya. Roro Kembangsore mengimbanginya.
Ketika kedua merpati tersebut sedang dalam langen asmara, maka Pangeran Kalang yang sedang bersembunyi di Tamansari dapat mengintip dan mengetahui bagaimana tindakan kemenakannya terhadap Pangeran Lembu Peteng. Dengan diam-diam Pangeran Kalang masuk ke dalam Kadipaten untuk melaporkan peristiwa tersebut kepada kakaknya ialah Pangeran Bedalem. Pangeran Bedalem setelah mendengar pelaporan dari adiknya, menjadi sangat larah sekali, terus pergi ke Tamansari. Timbullah perang antara Pangeran Lembu Peteng dan Pangeran Bedalem. Pangeran Lembu Peteng dapat meloloskan diri bersama dengan Roro Kembangsore, tetapi terus dikejar oleh Pangeran Bedalem.
Kembali kepada kisah Kyai Besari yang berhasil meloloskan dir dari peperangan dengan murid Kyai Pacet. Ia menuju ke desa Ringinpitu, Rumah Kyai Becak, yaitu pernah kakaknya. Pada waktu itu Kyai Becak sedang berada di pendopo bersama dengan dua orang anaknya yang bernama Banguntulak dan Dadaptulak. Dengan kedatangan Kyai Besari kedua anaknya tersebut lalu keluar untuk pergi ke ladang.
Kyai Besari mengatakan bahwa kedatangannya ke Ringinpitu bermaksud untuk meminjam pusaka ialah pusaka Ringinpitu yang berbentuk tombak bernama Korowelang dengan alasan untuk kepentingan “NGIDErI PArI”. Kyai Becak tidak meluluskan permintaan adiknya. Kyai Besari marah, akhirnya terjadi perang. Kyai Becak kalah dan mati terbunuh. Besari terus pergi dengan membawa pusaka Korowelang.
Waktu Dadaptulak dan Banguntulak pulang dari ladang, mereka sangat terkejut melihat ayahnya berlumuran darah dan sudah tidak bernyawa. Oleh sebab tidak ada orang lain yang datang di situ kecuali Kyai Besari, maka Banguntulak dan Dadaptulak yakin bahwa pembunuh ayah mereka adalah Kyai Besari. Segera mereka mengejarnya ke arah selatan dan dapat menemukannya. Terjadilah pertempuran. Banguntulak dan Dadaptulak kalah. Banguntulak terluka dan berlumuran darah. Darahnya berbau langu. Maka tempat di mana ia mati dinamakan Boyolangu. Sedangkan tempat dimana Dadaptulak meninggal dinamakan Dadapan.
Kyai Besari melanjutkan perjalanannya. Ia berjumpa dengan Pangeran Bedalem yang sedang mengejar Pangeran Lembu Peteng. Pangeran Bedalem menceritakan tentang peristiwanya, yang mana Kyai Besari dalam hal itu bersedia membantunya. Keduanya segera pergi mencari Pangeran Lembu Peteng yang lari bersama dengan Roro Kembangsore.
Pada waktu Pangeran Lembu Peteng dan Roro Kembangsore sedang beristirahat di tepi sungai, datanglah Kyai Besari dan Pangeran Bedalem. Pangeran Lembu Peteng dapat ditangkap dan dibunuh, lalu jenazahnya di buang ke dalam sungai. Roro Kembangsore dapat meloloskan diri.
Punakawan Pangeran Lembu Peteng yang telah mengasuhnya sejak kecil memberitahukan hal tersebut kepada Kyai Pacet. Kyai Pacet segera mengirimkan utusan,ialah Adipati Trenggalek yang diikuti oleh bekas punakawan Pangeran Lembu Peteng untuk mengadakan pelaporan ke Majapahit. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan perwira Majapahit bersama dengan Pangeran Suka yang ketika itu mendapat tugas dari Raja untuk mencari Putra yang meninggalkan kerajaan tanpa pamit, ialah Pangeran Lembu Peteng. Adipati Trenggalek menceritakan peristiwa terbunuhnya Pangeran Lembu Peteng. Setelah mengerti duduk perkaranya maka Perwira Majapahit bersama dengan Pangeran Suka tersebut ingin membuktikan tempat kejadian itu bersama-sama dengan wadya balanya. Meskipun diadakan pengerahan tenaga untuk mencarinya, namun jazad dari Pangeran Lembu Peteng tak jua ditemukan. Sungai di mana jenazah Pngeran Lembu Peteng dibuang, oleh perwira Majapahit diberi nama Kali Lembu Peteng.
PErWIrA MADA MENCArI JEJAK PANGErAN BEDALEM DAN Kyai Besari
Pangeran Bedalem setelah mendengar berita bahwa dia dikejar oleh bala tentara Majapahit, sangat ketakutan dan melarikan diri ke jurusan selatan. Karena takutnya maka Pangeran Bedalem bunuh diri dengan menceburkan diri ke sebuah kedung. Kedung tersebut lalu diberi namaKedung Bedalem. Oleh karena Kadipaten Betak lowong, maka yang diangkat menggantikan Pangeran Bedalem adalah Pangeran Kalang.
Bala tentara Majapahit disebar untuk mencri Kyai Besari. Putra Majapahit yang bernama Pangeran Suka dalam mengadakan operasi pencarian ini kena dirunduk oleh Kyai Besari dan tergelincir masuk ke sebuah kedung hinga meninggal dunia. Kedung ini lalu dinamakan Kedungsoko. Akhirnya Kyai Besari dapat diketemukan di desa Tunggul oleh Perwira Mada. Oleh karena Kyai Besari tidak menyerah maka timbullah peperangan. Kyai Besari kalah dan terkena pusakanya sendiri yaitu pusaka Korowelang. Dukuh tersebut oleh sang perwira dinamakan dukuh Tunggulsari. Karena kecakapannya menumpas pemberontakan-pemberontakan dan kekeruhan-kekeruhan konon sang perwira akhirnya diangkat menjadi Patih dan mendapat elar Patih Gajah Mada.
PANGErAN KALANG JATUH CINTA KEPADA ROrO INGGIT
Setelah Pangeran Kalang menjabat Adipati di Betak, maka hatinya tertawan oleh Rr. Inggit, adik dari Reta Mursodo janda almarhum pangeran Bedalem. Roro Inggit ingin dijadikan istrinya, tetapi menolak dan Retno Mursodo tidak menyetujuinya. Pangeran Kalang memaksanya. Roro Inggit bersama dengan Retno Mursodo meninggalkan Betak dan melarikan diri ke Plosokandang. Pangeran Kalang berusaha mengejarnya, tetapi kehilagan jejak, sehingga ia mengeluarkan suatu maklumat, yang menyatakan bahwa barang siapa ketempatan dua orang putri Kadipaten Betak tetapi tidak mau melapor, maka ia akan dijatuhi hukuman gantung.
KYAI PLOSOKANDANDANG DIPErSALAHKAN
Salah seorang murid Kyai Pacet yang bernama Kyai Singotaruno, disebut pula Kyai Plosokandang, karena berasal dari Plosokandang. Pada suatu hari ia bertemu dengan dua orang putri dari Kadipaten Betak, yang tak lain adalah Rr, Inggit dan Retno Mursodo. Kedatangan putri Betak ini sengaja mencari pengayoman dari Kyai Plosokandang. Segala sesuatu mengenai tindakan Pangeran Kalang oleh Retno Mursodo diceritakan semua, dan karena Kyai Singotaruno tidak berkeberatan melindunginya, meskipun ia tahu bahawa tindakannya itu membahayakan dirinya.
Adipati Kalang datang ke Plosokandang dan bertanya apakah Kyai Singotaruno mempunyai tamu yang berasa dari Betak. Kyai Sin gotaruno menjawab bahwa ia tidak mempunyai tamu seorangpun, tetapi Adipati Kalang tidak percaya, dan ingin melihat ke belakang. Rr. Inggit dan Retno Mursodo ketika mendengar hal itu segera berkemas dan melarikan diri ke arah barat. Adipati Kalang mengetahui hal itu, dan ia sangat marah kepada Kyai Singotaruno. Ia dianggap salah dan dijatuhi hukuman gantung.
rOrO INGGIT BUNUH DIrI
Oleh karena Rr, Inggit takut bila sampai di pegang oleh Adipati Kalang, maka ia berputus asa dan terjun ke dalam sebuah Beji atau Blumbang. Desa tempat Rr. Inggit bunuh diri oleh Pangeran Kalang dinamakan desa Beji. Adapun Retno Mursodo terus melarikan ke gunung cilik.
MBOK ROrO DADAPAN
Ketika Pangeran Lembu Peteng perang melawan Kyai Besari, Rr.Kembangsore dapat memisahkan diri dan lari ke desa Dadapan. Di desa tersebut ia menumpang pada seorang janda bernama mBok Rondo dadapan. mBok Rondho mempunyai seorang anak laki-laki bernama Joko Bodho. Lama kelamaan Joko Bodho terpikat oleh kecantika Rr. Kembangsore dan ingin sekali memperistrinya, tetapi selalu ditolak dengan halus oleh Rr. Kembangsore. Oleh karena Joko Bodho selalu mendesak maka pada suatu hari ketika mBok Rondho sedang bepergian , asalkan Joko Bodho mau menjalani tapa mbisu di sebuah gunung dekat desa itu. Joko Bodho menyetujui perdyaratan tersebut dan pergi meninggalkan Rumah. Ikatan janji ini tidak diketahui oleh MBok Rondho Dadapan.
rr. Kembangsore juga pergi ke gunung cilik, maka ketika mBok Rondho pulang, ia mendapati Rumah telah dalam keadaan sepi, dan ternyata kosong. Ia pergi ke kesana-kemari dan memanggil-manggil kedua anak tersebut. Tetapi tidak ada jawaban. Akhirnya ditemukannya Joko Bodho sedang duduk termenung menghadap ke arah barat. Dipanggilnya berulang kali tidak mendapat jawaban, karena jengkelnya mBok Rondho lupa dan mengumpat “bocah diceluk kok meneng bae koyo watu”. Seketika itu juga kaena sabda mBok Rondho, Joko Bodho berubah menjadi batu. mBok Rondho menyadari atas keterlanjuran kata-katanya, maka ia lalu berharap; “besok kalau ada ramainya zaman gunung ini saya beri namagunung Budheg”.
RESI WINADI DI GUNUNG CILIK
Pada suatu hari Adipati Kalang mendengar bahwa di gunung cilik ada seorang pendeta wanita yang menamakan dirinya Resi Winadi. Yang menjadi pendeta tersebut sebetulnya adalah Rr. Kembangsore. Selain menjadi seorang pendeta ia juga menjadi seorang empu. Resi ini mempunyai dua orang abdi kinasih yang bernama SARWO dan SARWONO.
Pada suatu hari cantriknya yang bernama Sarwo disuruh ke kadipaten Betak untuk mencoba kesaktian dan keampuhan pusaka yang dibuatnya sendiri untuk diadu dengan pusaka milik Pangeran Kalang. Cara mengadunya adalah sebagai berikut! Kalau pusakanya ditikamkan ke sebuah pohon beringin daunnya rontok dan pohonnya tumbang maka dialah pemenangnya. Selanjutnya, bilamana Resi Winadi yang kalah maka Resi bersedia tunduk dan mau disuruh apa saja. Sebaliknya jika Resi yang menang dan pangeran berkeinginan untuk memiliki pusaka miliknya maka pangeran harus pergi sendiri ke Gunung cilik dan bila sudah mulai naik harus berjalan jongkok, tidak boleh memandang wajah sang Resi sebelum diperbolehkan.
Setelah cntrik mengerti akan tugas yang diberikan, berangkatlah ia. Kecuali menugasi Sarwo, Resi Winadi juga memberi tugasSarwono untuk masuk ke tamansari Betak dengan menyamar untuk mencabut sumbat ijuk yang ada di tamansari. Adapun letaknya adalah di bawah batu gilang.
Setelah datang di Betak, cantrik Sarwo menhadap Adipati Kalang dan mengutarakan maksudnya. Sang Adipati menanggapi dan menyetujuinya. Masing-masing membawa senjata pusaka ke alun-alun untuk diadu kekuatannya. Pusaka Kadipaten Betak dicoba terlebih dahulu ke pohon beringin yang tumbuh di tengah alun-alun, tetapi tidak terjadi apapun. Sekarang giliran pusaka gunung cilik. Setelah ditikamkan, pohon beringinpun langsung Rontok dannya dan tumbang pohonnya.
Adipati Kalang mengakui kekalahannya dan ingin sekali memiliki pusaka tersebut. Sarwo tidak keberatan asalkan Adipati Kalang bersedia menyetujuinya. Dengan diantar oleh cantrik Sarwo, dan diikuti oleh beberapa orang prajurit pengawalnya berangkatlah Pangeran Kalang ke Gunung Cilik.
Di tamansari Betak, Sarwono yang mendapat tugas mencabut sumbat lidi segera mencari dan menemukan sabut tersebut. Sumbat segera dicabutnya, dan seketika itu pula memancarlah sumber air yang besar. Kadipaten Betak-pun banjir dan terendam oleh air. Sarwono dapat menyelamatkan diri dengan menaiki sebuah getek.
DI PERTAPAAN GUNUNG CILIK
waktuSarwono sedang menghadap Resi Winadi, datanglah Ibunya Rr. Mursodo. Maka saling berceritalah tentang Riwayatnya masing-masing. Tak lupa disebutkan pula tentang kematian Rr. Inggit yang dikarenakan Pangeran Kalang. Mereka sangat gembira karena dapat bertemu kembali. Kemudian datanglah Patih Majapahit engan bala tentaranya yang ingin menyatakan kebenaran berita yang diterimanya. Pada saat itu tampak dari kejauhan kedatangan dua orang. Yang seorang datang dengan berjalan jongkok dan menyembah. Tamu ini tak lain adalah Pangeran Kalang yang diantar oleh cantrik Sarwo. Setelah dekat Sang Resi memerintahkannya supaya memandangnya. Alangkah malu dan terkejutnya Pangeran Kalang. Karena yang disembah-sembahnya tadi adalah keponakannya sendiri. Karena malu bercampur takut Pangeran Kalang melarikan diri, yang kemudian dikejar oleh tentara Majapahit.
PANGERAN KALANG MATI TERBUNUH
Pangeran Kalang terus dikejar, dan oleh tentara Majapahit dapat ditangkap dan dihujani senjata tajam, sehinga pakaiannya hancur dan badannya penuh dengan luka. Tempat di mana Pangeran Kalang tertangkap ini dinamakan CUWIRI. Meskipun telah terluka parah Pangeran Kalang masih dapat melarikan diri, tetapi tertangkap lagi dan badannya disembret-sembret oleh anak buah Patih Gajah Mada. Tempat tertangkap untuk kedua kalinya ini dinamakan desa Kalangbret.
Adipati Kalang masih berusaha lari, tetapi karena sudah merasa lelah diapun bersembunyi di song sungai, dan disinilah dia menemui ajalnya. Tempat tersebut oleh patih Gajah Mada dinamakan Kali Ngesong. Setelah keadaan aman patih Gajah Mada kembali ke Majapahit.
Mayat Pangean Kalang yang berada di dalam song lama kelamaan terbawa arus sampai ke timur sampai ke suatu tempat. Mayat (batang—bhs. Jawa) tersangkut pada akar pohon yang menjulang ke sungai, sehingga sampai sekarang tempat di mana ditemukannya mayat tersebut dinamakan desa Batangsaren. Tidak lama kemudian mayat tersebut terbawa arus lagi sampai ke sungai Ngrowo. Sedangkan bekas pertapaan Rr. Kembangsore hingga sekarang, menjadi tempat pesadranan.

Jumat, 23 Maret 2012

SEJARAH WALI SONGO

Sejarah Sembilan Wali / Walisongo (wali9)

August 25, 2009 oleh alibaba
Tersimpan pada Sejarah dan Budaya

Tinggalkan Komentar

“Walisongo” berarti sembilan orang wali”
Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid

Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.

Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha.

Maulana Malik Ibrahim (1)
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi

Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.

Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.

Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.

Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.

Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.n

Sunan Ampel (2)
Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang)

Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.

Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.

Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.

Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”

Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.n

Sunan Giri (3)
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).

Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.

Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri.

Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.

Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.

Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.

Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.

Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.n

Sunan Bonang (4)
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban

Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.

Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.

Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah

yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.

Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.

Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.n

Sunan Kalijaga (5)
Dialah “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam

Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.

Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan.

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.

Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.

Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.n

Sunan Gunung Jati (6)
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).

Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.

Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.

Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.

Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.

Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.

Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.n

Sunan Drajat (7)
Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M

Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun

Jelog –pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.

Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk.

Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang’.

Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin.n

Sunan Kudus (8)
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang

Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.

Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.

Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.

Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.

Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.n

Sunan Muria (9)
Ia putra Dewi Saroh –adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus

Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam.

Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.

Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.

Pembuatan Tape Bondowoso

Kota Bondowoso terkenal dengan julukan kota Tape . hal tersebut merupakan salah satu produk andalan Bondowoso serta tape juga merupakan icon kota bondowoso , meskipun sekarang bupati akan mengalihkan icon kota Bondowoso menjadi kota kembang , namaun keharuman kota tape dan kemanisannya masih tetep melekat di kalangan wisatawan .

 Tidak lepas dari tape , di Bondowoso sentral industri pembuatan tape sangat banyak . hal tersebut terbukti dengan adanya sentral industri dengan skala besar bahkan industri jenis UKM , hal tersebut dapat di mungkinkan dengan banyaknya bahan baku untuk membuat tape yaitu singkong. dimana komoditas petani di bondowoso yang memiliki kebun banyak yang ditanami dengan singkong.

 Jika sahabat Pramuka Ingin mencicipi kelezatan tape Bondowoso . ya silahkan Rawuh ke Bondowoso , jika teman - teman pramuka tidak sempat saya akan dikit share resep rahasia cara membuat Tape asli dari nenek moyang stttttttttttttttttttttt  awas Plankton  hehehheehee maklum terobsesi Spongebob.

Proses pembuatan tape singkong adalah:

1. Pilihlah singkong yang bagus dan rata, kemudian dikupas, dipotong- potong sesuai selera dan dicuci bersih.
2. Kemudian potongan singkong tersebut direbus sampai matang kemudian ditiriskan.
3. Tunggu singkong tersebut sampai dingin, bias juga pakai kipas angin.
4. Sediakan ragi tape yang bias dibeli di took obat makanan, kemudian ditumbuk halus dan diayak pakai ayakan atau saringan.
5. Taburkan ragi halus ke singkong-singkong yang sudah dingin sampai rata.
6. Sediakan tempat untuk menyimpan singkong yang sudah ditaburi ragi tersebut, bias memakai plastic ataupun memakai daun pising atau daun jati.
7. Peram bungkusan singkong tersebut kurang lebih 3 hari
8. Setelah 3 hari bukalah bungkusan singkong tersebut, dan tape singkong siap dinikmati.

hheheeh selamat mencoba semoga bermanfaat.

Kamis, 22 Maret 2012

IMTAQ




15 Hukuman bagi Orang yang meninggalkan Sholat

Dalam Sholat Sehari-hari kita dituntut untuk melaksanakannya dengan Khusyuk, Jika kita belum bisa melakukannya dengan Khusyuk maka teruslah berusaha, begitu seterusnya hingga kita dapat melaksanakan Sholat dengan Sempurna. Ingatlah akan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW Bersabda,
“Garis pemisah antara kaum kafir dengan kaum muslim adalah Sholat.”
Orang yang meninggalkan Sholat dalam kondisi badan yang sehat akan mendapatkan hukuman dari Allah, Sebanyak 15 Hukuman, yaitu 6 hukuman di Dunia, 3 saat mati,3 dalam kubur dan 3 saat berjumpa dengan Allah.

Hukuman Di Dunia adalah :
-Allah mengangkat keberkahan Usianya
-Allah mengangkat keberkahan Rizkinya
-Tanda-tanda kebaikan hilang dari wajahnya
-Setiap amalnya tidak diterima
-Setiap doanya tidak diterima
-Tidak ada bagian untuknya dalam Islam

Hukuman saat Mati :
-Dia mati dalam keadaan linglung dan Hina
-Dia tidak tahu dalam Agama apa dia meninggal dunia
-Dia juga mati dalam keadaan haus dan lapar
Seandainya seluruh Sungai di Dunia diberikan padanya pun dia tidak akan kenyang.

Hukuman dalam Kubur :
-Gelapnya kubur
-Sempitnya kubur
-Pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir

Hukuman saat bertemu Allah :
-Dia berjumpa dengan Allah dalam keadaan dimurkai-Nya
-Allah akan mengirimkan malaikat yang melungkupkan wajahnya ke Neraka
-Allah siksa dia dalam neraka di Lembah Wail.

Selasa, 06 Maret 2012

PUISI


SAHABAT SEJATI


          Oh . . . Sahabatku . . . . .
          Kau yang selalu menemaniku
          Dalam suka maupun duka
          Meskipun kita jauh
                             Walau ruang dan waktu terus berlalu
                             Tidaklah menjadi rintangan
                             Bagi kita tuk selalu menjalin persahabatan
                             Kau adalah tempatku tuk mencurahkan perasaan
          Sahabat . . . . .
          Mengapa sekarang kita berpisah
          Tanpamu ku merasa hampa
          Hidupku seakan tiada bermakna
          Kaulah sahabat sejatiku
                             Semoga Alloh Azza Wa Jalla
                             Mempertemukan kita kembali
                             Kita dapat bersama selamanya
                             Wahai sahabatku tercinta
                             Aku merindukanmu . . . . .

 KESADARAN HATI


          Bila ku menangis
          Memohon ampunan-Mu
          Aku hanyalah hambamu yang berlumur dosa
          Dan tak pernah menyadari atas kekuasan-Mu
                             Engkau sudah membuka pintu hatiku
                             Aku yang angkuh tak syukuri nikmat-Mu
                             Sikapku tak pantas dihadapan-Mu
                             Kini penyesalanku semakin dalam
          Bila ku  sebut nama-Mu
          Ku terasa dekat dengan-Mu
          Ya Alloh . . . . .
          Engkaulah cahaya hatiku
          Yang selalu membimbingku ke jalan lurus-Mu
                             Engkau Maha Pengasih dan Maha Penyayang
                             Ku ingin menimba ilmu sebanyak-banyaknya
                             Dan juga beramal baik
                             Bekal dihari tua
KENANGAN MASA LALU


          Kenangan-kenangan terindah masa lalu
          Yang selalu terlintas dibenakku
          Kemilaunya cahaya kasih sayang
          Yang tak pernah bisa ku lupakan
                             Canda tawa ikut serta
                             Dari kasih sayang yang erat
                             Membawa kesetiaan dan ketulusan hati
                             Yang menenteramkan jiwa ini
          Telah ku habiskan waktuku
          Hanya tuk selalu menanti
          Kenangan-kenangan itu kembali
          Mengisi hati yang sepi
                             Kasih sayang itu kan selalu ku jaga
                             Takkan ku biarkan pudar diterpa angin
                             Kenangan itu kan simpan dilubuk hatiku
                             Sampai akhir menutup mata